Home / News / Pemerintah

Rabu, 7 Mei 2025 - 10:30 WIB

Terkait Penambahan Batalyon di Aceh, Wali Nanggroe Ingatkan Tentang Kepercayaan dan Komitmen Bersama

BIM | BANDA ACEH – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Malik Mahmud Alhaytar, menolak rencana penambahan empat batalyon TNI di Aceh. Dia berpendapat hal itu bertentangan dengan Perjanjian Damai Helsinki yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka pada 2005.

“Selama perdamaian berlaku, masyarakat Aceh semakin merasa aman dan merasa bahwa pemerintah berkomitmen kepada perjanjian damai MoU Helsinki 2005. Malah, pihak eks kombatan GAM bahu-membahu saling menjaga keamanan sejak tahun 2005-2025,” kata Wali Nanggroe dalam keterangan tertulis, Sabtu, 3 Mei 2024.

Malik Mahmud menilai hubungan negara-negara di kawasan baik-baik saja. Jadi, tidak ada alasan bagi TNI untuk menambah personel mereka di Aceh. Dia juga menjamin rakyat Aceh siap menghadapi ancaman dari luar. Dia juga mengatakan Aceh dapat menantang Portugis selama lebih dari 100 tahun, Belanda 70 tahun dan Jepang 3,5 tahun. Hal itu tercatat dalam sejarah.

“Yang harus digarisbawahi adalah kepercayaan dan komitmen bersama pada apa yang telah disepakati, adalah benteng pertahanan yang kokoh dan pintu memasuki era pembangunan Aceh di masa depan yang cemerlang,” kata Malik Mahmud.

Ketua Komisi 1 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Tgk Muharuddin, mengatakan rencana Kementerian Pertahanan RI membangun empat Batalyon Teritorial Pembangunan (YTP) baru di Aceh dapat memicu trauma konflik di tengah masyarakat Aceh. Apalagi, penambahan personel TNI di Aceh juga bertentangan dengan perjanjian damai RI-GAM (MoU Helsinki).

“Masyarakat Aceh saat ini sudah hidup tenang dan damai, serta telah bersinergi dengan TNI. Jangan sampai dengan penambahan batalyon ini membuat masyarakat Aceh kembali ketakutan dan trauma atas kejadian di masa lalu,” kata Muharuddin.

Kesepakatan damai, kata Muharuddin, pada butir 4.7, menyepakati bahwa jumlah tentara organik yang tetap berada di Aceh, setelah relokasi, hanya 14.700 orang. Pada butir 4.8. juga disepakati bahwa tidak akan ada pergerakan tentara besar-besaran setelah penandatangan nota kesepahaman ini.

Baca Juga  Korupsi Nyata di Jalan Multiyears

Adapun pada butir 4.11 disebutkan bahwa dalam keadaan waktu damai yang normal, hanya tentara organik yang akan berada di Aceh. Apalagi saat ini terdapat 13 batalyon di bawah Kodam Iskandar Muda.

“Untuk memperkuat pertahanan wilayah serta untuk mengintegrasikan program-program pertahanan dengan pembangunan nasional di Aceh, cukup dengan memperkuat tentara organik yang berada di Aceh, tanpa harus membentuk Bataliyon baru. Mengingat juga jumlah personil TNI di Aceh dari tahun ke tahun terus bertambah, melalui perekrutan baik tingkat tamtama dan bintara serta perwira,” kata Muharuddin.

Muharuddin meminta Kementerian Pertahanan RI mengkaji ulang wacara pembangunan empat batalyon tersebut. Dia juga berharap Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh, bersama DPR Aceh dan Wali Nanggroe, duduk bersama untuk mencari alternatif lain dalam menjaga pertahanan Indonesia di wilayah ujung paling barat ini.

Empat batalyon yang bakal dibangun oleh Kementerian Pertahanan itu rencananya diletakkan di Pidie, Nagan Raya, Aceh Tengah, dan Aceh Singkil. Di Pidie akan dibangun oleh PT Performa Trans, di Nagan Raya oleh PT Kartika Bhaita, di Aceh Tengah oleh PT Rezeki Selaras Mandiri, dan di Aceh Singkil oleh PT Teguh Karya Sejati.***

Sumber : ajnn.net

Share :

Baca Juga

News

Sekda Aceh Lepas Kontingen BAPOMI ke Pomnas 19, Target Masuk 10 Besar

Agama

KPK Panggil Eks Sekjen Kemenag Era Yaqut Terkait Kasus Kuota Haji

News

Bunda PAUD Aceh Lakukan Audiensi untuk Peningkatan Kapasitas Pendidikan Anak Usia Dini

News

Gubernur Mualem Minta Revisi UUPA Sesuai MoU Helsinki

Hukum

Hamas Tuduh AS Terlibat dalam Serangan Israel ke Pejabatnya di Qatar

Ekonomi

Sekda Aceh Buka Rapat Kerja Triwulan III Bank Aceh

Hukum

Pelaku Penembakan Charlie Kirk Ditangkap, Masih Berusia 22 Tahun

Ekonomi

Gubernur Aceh Temui Menteri Koperasi di Jakarta