BIM | KEJAKSAAN Tinggi Aceh seharusnya tidak perlu menunggu lama untuk mulai mengungkapkan dugaan penyimpangan uang negara di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Aceh. Ini adalah kejahatan yang luar biasa.
Adalah sejumlah pejabat di Pemerintah Aceh merancang pembayaran penyesuaian harga atas tujuh paket pekerjaan tahun jamak senilai Rp 43,9 miliar di Dinas PUPR Aceh. Dana itu diselipkan untuk segera dibayarkan meski tidak tercantum dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (APBA-P) 2024.
Ya, uang itu memang diselundupkan di akhir-akhir tahun anggaran 2024. Pembayaran itu dibuat berdasarkan selembar Peraturan Gubernur Aceh yang dikeluarkan oleh penjabat gubernur saat itu, Safrizal ZA.
Pihak-pihak yang merancang pembayaran siluman ini berharap tidak ada orang yang memperhatikan. Pembayaran sengaja dilakukan pada Jumat terakhir Desember, sebelum liburan akhir pekan dan cuti bersama akhir tahun, sama seperti penerbitan peraturan gubernur itu.
Tentu ada kekuatan besar yang memungkinkan pembayaran itu terlaksana. Mulai dari penyiapan dokumen pembayaran, proses verifikasi di badan keuangan, hingga pencairan di bank milik pemerintah.
Tapi mereka lupa, tak semua akhir bisa dikendalikan. Kebusukan pasti terungkap, tak peduli seberapa hebat para pelaku menutupinya.
Pembayaran itu seharusnya tidak bisa dilakukan hanya berdasarkan peraturan gubernur. Karena uang itu memang tidak tersedia dalam APBA-P. Kalaupun harus ada pembayaran, seharusnya dibicarakan bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebelum pengesahan APBA-P.
Kejati Aceh, khususnya, harus segera memulai penyelidikan atas dugaan kejahatan ini. Pasti banyak pihak yang terlibat dalam perkara ini, dan jelas mereka bukan orang sembarangan. Tapi sepanjang kejaksaan benar-benar berdiri untuk melindungi hak rakyat dan kedaulatan negara, kejaksaan tak perlu ragu.***
Sumber : ajnn.net