BIM | Jakarta – Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, merespons ucapan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebut bahwa konflik Iran-Israel akan berlangsung hingga Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei terbunuh.
Boroujerdi menyatakan bahwa bisa saja konflik kedua negara akan berakhir ketika Netanyahu telah tewas.
“Mungkin sebaliknya, ini akan berakhir ketika Benyamin Netanyahu terbunuh,” kata Boroujerdi saat menggelar konferensi pers di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa, 17 Juni 2025.
Boroujerdi menegaskan bahwa Khamenei bukan pihak yang memulai peperangan. Sebaliknya, jelas dia, Netanyahu merupakan pihak yang memulai perang.
“Jika ingin menghentikan perang, harus kita meniadakan pihak yang memulai perang, yaitu Benyamin Netanyahu,” ujarnya.
Netanyahu menyebut pembunuhan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei akan “mengakhiri” konflik yang sedang berlangsung antara Teheran dan Tel Aviv.
Menurut dia, Khamenei memimpin rezim yang berbahaya, sehingga apa yang dilakukan Israel hari ini merupakan langkah-langkah pencegahan.
“Itu tidak akan meningkatkan konflik, itu akan mengakhiri konflik,” klaim Netanyahu dalam momen wawancara tersebut, yang juga dikutip Anadolu Agency.
“‘Perang abadi’ adalah yang diinginkan Iran, dan mereka membawa kita ke ambang perang nuklir. Faktanya, apa yang dilakukan Israel adalah mencegah ini, mengakhiri agresi ini, dan kita hanya dapat melakukannya dengan melawan kekuatan jahat.”
Serangan ke Iran
Dalam beberapa waktu belakangan, Boroujerdi menjelaskan, Israel telah menyerang kompleks perumahan, gedung-gedung pemerintah, infrastruktur pertahanan, transportasi, dan fasilitas nuklir di berbagai kota di Iran.
Dia menegaskan bahwa serangan ini tidak hanya menimbulkan kerusakan luas, tetapi juga menewaskan sejumlah komandan tinggi angkatan bersenjata, ilmuwan, profesor universitas, serta wanita dan anak-anak.
Boroujerdi menerangkan bahwa Israel memperluas serangannya dengan menargetkan infrastruktur ekonomi dan publik seperti kilang minyak dan pusat distribusi produk minyak.
Serangan ini terjadi dalam situasi di mana Iran sedang berada dalam proses negosiasi nuklir dan telah memilih jalur diplomasi dan dialog.
“Dalam kondisi saat ini, kelanjutan negosiasi nuklir tidak lagi memiliki pembenaran rasional, dan pihak yang bertanggung jawab atas penghentian negosiasi ini adalah rezim yang memaksakan perang agresif kepada Iran,” tuturnya.
Lebih lanjut, Boroujerdi menegaskan bahwa Iran menggunakan prinsip hak membela diri untuk mengambil serangkaian langkah, termasuk serangan balasan dengan rudal ke markas militer rezim tersebut dan menargetkan fasilitas ekonominya.
“Iran bertekad untuk mempertahankan diri dari agresi, dan dengan melihat serangan terhadap nyawa dan harta benda rakyat tak berdosa di seluruh negeri,” ucapnya.
Sumber : tempo.com