BIM | BANDA ACEH – Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menyatakan sikap tegas: empat pulau yang kini tercatat masuk wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, harus dikembalikan ke pangkuan Aceh.
Empat pulau tersebut—Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek—selama ini diyakini masyarakat sebagai bagian dari Kabupaten Aceh Singkil. Namun, secara mengejutkan, status administratifnya berubah usai terbitnya Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Keputusan tersebut menetapkan keempat pulau itu sebagai wilayah Sumatera Utara, dan baru-baru ini viral usai diunggah ke media sosial. Pemerintah Aceh menyatakan akan terus memperjuangkan agar keputusan tersebut ditinjau ulang.
“Komitmen Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur sangat jelas. Aceh akan berjuang agar keempat pulau tersebut kembali masuk ke dalam wilayah kami,” ujar Syakir, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Senin, 26 Mei 2025.
Menurut Syakir, polemik batas wilayah ini bukan hal baru. Sengketa administratif tersebut sudah berlangsung bahkan sebelum 2022, dengan serangkaian survei dan rapat koordinasi yang melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan berbagai pihak terkait.
Dalam proses verifikasi di lapangan, Pemerintah Aceh mengantongi berbagai bukti otentik, mulai dari infrastruktur fisik, dokumen kepemilikan, hingga arsip sejarah. Di Pulau Panjang, misalnya, terdapat tugu selamat datang dan mushala yang dibangun Dinas Cipta Karya dan Bina Marga Aceh tahun 2012, serta dermaga yang dibangun tahun 2015.
Pemerintah Aceh juga menyerahkan peta kesepakatan tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara, yang ditandatangani di hadapan Menteri Dalam Negeri. Peta tersebut menunjukkan bahwa keempat pulau berada di wilayah Aceh secara de jure maupun de facto.
Bukti lainnya termasuk surat kepemilikan tanah sejak 1965, dokumen pengelolaan pulau oleh Pemkab Aceh Singkil, dan bahkan sebuah prasasti di Pulau Mangkir Ketek yang menyebutkan secara eksplisit bahwa pulau itu bagian dari Aceh. Prasasti ini dibangun tahun 2018, berdampingan dengan tugu tahun 2008 bertuliskan: “Selamat Datang di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.”
Yang lebih memperkuat klaim Aceh, pada 2022 Kemenko Polhukam telah memfasilitasi rapat lintas kementerian dan lembaga. Hasilnya? Mayoritas peserta menyimpulkan bahwa secara hukum, administrasi, peta wilayah, pengelolaan, dan pelayanan publik, keempat pulau itu seharusnya tetap menjadi bagian dari Aceh.
“Bagi kami, bukan soal menang atau kalah. Ini tentang menjaga kebenaran dan keutuhan wilayah Aceh yang telah dibangun dan dikelola selama puluhan tahun,” kata Syakir.
Sumber : ajnn.net